Protes Dugaan Kecurangan Domisili SPMB 2025, Warga Demo SMAN 3 Tangsel

banner 468x60

Tangsel, vonisinvestigasi.id — Puluhan warga yang mayoritas merupakan orang tua calon peserta didik baru menggelar aksi demonstrasi di depan SMAN 3 Kota Tangerang Selatan, Senin pagi (1/7). Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap dugaan kecurangan dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2025, khususnya pada jalur zonasi yang dianggap tidak transparan dan sarat penyimpangan domisili.

Warga mencurigai adanya sejumlah nama peserta yang lolos melalui jalur zonasi padahal domisilinya tidak berada dalam radius yang seharusnya memenuhi syarat. Beberapa bahkan disebut berdomisili di luar kecamatan, namun terdaftar sebagai warga sekitar. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius terkait validitas data dan pengawasan dari pihak sekolah maupun dinas pendidikan.

“Kami warga sini tahu siapa saja yang tinggal di lingkungan ini. Tiba-tiba banyak nama baru dengan alamat yang tidak pernah kami dengar sebelumnya. Ini jelas mencurigakan,” ujar Sulastri, salah satu warga yang ikut aksi.

Sistem zonasi yang sejatinya bertujuan memberikan keadilan akses pendidikan bagi warga sekitar justru dinilai menjadi celah baru bagi praktik manipulatif. Banyak warga menyayangkan lemahnya verifikasi administrasi yang hanya mengandalkan Kartu Keluarga tanpa investigasi faktual di lapangan.

“Kalau hanya bermodal KK yang bisa jadi terbit dua bulan sebelum pendaftaran, semua orang bisa pindah mendadak ke sini. Di mana keadilannya?” kata Agus, orang tua calon siswa yang tidak lolos seleksi.

Dalam aksi tersebut, warga menuntut:

  1. Audit terhadap data domisili peserta jalur zonasi SMAN 3 Tangsel.

  2. Transparansi data peserta yang diterima beserta radius zonasinya.

  3. Sanksi tegas terhadap oknum yang terbukti memanipulasi data.

Mereka juga meminta Dinas Pendidikan Provinsi Banten untuk turun tangan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem PPDB di sekolah-sekolah negeri.

Hingga berita ini diturunkan, pihak SMAN 3 Tangsel belum memberikan keterangan resmi. Namun salah satu staf menyatakan bahwa semua proses seleksi dilakukan sesuai prosedur dan regulasi dari dinas pendidikan.

Kasus seperti ini seharusnya menjadi cermin bahwa sistem zonasi, tanpa pengawasan dan transparansi yang ketat, hanya akan menambah kesenjangan baru dalam dunia pendidikan. Prinsip keadilan menjadi kabur ketika yang diuntungkan justru adalah mereka yang bisa “menyesuaikan alamat”, bukan mereka yang benar-benar tinggal di sekitar sekolah.(*)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *